Seruit adalah semacam sambal khas Lampung hasil perpaduan antara tempoyak durian (olahan fermentasi durian), sambal terasi dan olahan ikan yang dipindang, dibakar atau digoreng ditambah sedikit air jeruk.
Masyarakat Lampung menyebutnya dengan sebutan nyeruit atau makan bersama teman, saudara atau keluarga. Filosofi dari istilah nyeruit, itu berarti suatu ajakan yang memiliki nilai kebersamaan yang kuat dengan keluarga, teman atau saudara sehingga akan terasa lebih dekat. Suatu tradisi yang sangat melekat pada masyarakat Lampung dan diturunkan dari nenek moyang Lampung hingga kini ke generasi penerusnya.
Diawali dari kesukaan warga masyarakat Lampung pada umumnya, yang menginginkan selalu tersaji makanan segar, pedas, dan ada lalapan ketika makan. Maka lahirlah seruit yang secara turun temurun selalu hadir dalam satu tradisi makan bersama masyarakat Lampung.
Bagi masyarakat Lampung rasanya belum lengkap apabila makan tidak dengan sambal seruit. Proses pembuatannya pun sangat mudah dan cepat. Dimulai dengan menyiapkan mangkuk, masukan sambal terasi ke dalam mangkuk sebanyak tiga sampai empat sendok makan, dua sendok makan tempoyak durian, olahan daging ikan biasanya ikan Baung, Belida, Lais yang dibakar/digoreng dan sedikit air. Jika ingin lebih terasa segar saat dimakan maka diberi sedikit perasan air jeruk.
Semua bahan diatas diaduk-aduk dengan tangan hingga tercampur. Cita rasa seruit memang sedikit aneh bagi yang baru pertama mencobanya, perpaduan rasa asin, pedas, dan asam-asam segar juga terdapat rasa gurih dari olahan ikan. Seruit lebih cocok dimakan dengan lalapan, baik mentah maupun matang, seperti rebusan daun singkong, rebusan labu, jengkol, jinal (seperti kunyit berwarna putih) dan rasanya segar seperti mangga kuweni muda, terong bulat kecil, bekasem petai, julang-jaling (seperti jengkol tetapi ukurannya kotak kecil), dan daun mangga muda.