Denpasar – Nasi jinggo atau nasi jenggo adalah salah satu nasi kucingnya khas Bali. Penjual nasi jingo sangat mudah ditemui di seluruh wilayah di Bali.
Biasanya para penjual nasi jinggo muncul pada pagi dan sore hingga malam hari di pinggir jalan. Untuk seporsi nasi jinggo rata-rata dijual seharga Rp 5.000 per bungkus.
Berikut sejarah nasi jinggo khas Bali
Sejarah nasi jinggo sebenarnya tidak jelas dan banyak versi. Versi pertama menyebutkan nama jinggo berasal dari judul film “Djanggo” yang populer pada masa itu.
Nasi jinggo sudah ada sejak tahun 1980-an. Nasi jinggo pertama kali dijual oleh sepasang suami istri di Jalan Gajah Mada, Denpasar, Bali.
Di tempat tersebut ada Pasar Kumbasari yang buka selama 24 jam dan otomatis banyak orang di pasar itu butuh makanan pengganjal perut. Pasutri itu menjual nasi jinggo dari sore hingga malam.
Versi kedua, nasi jinggo berasal dari bahasa Hokkien yang berarti “seribu lima ratus”, sesuai dengan harga pasaran nasi jinggo sebelum krisis moneter di Indonesia.
Versi ketiga, konon nasi jinggo berasal dari kata Jagoan. Jagoan merupakan sebutan bagi kumpulan pengendara motor yang khusus keluar malam untuk menikmati indahnya suasana di malam hari.
Nah, setelah selesai berkeliling ataupun baru akan berkeliling mereka singgah dulu untuk mengisi perut di warung penjual nasi jinggo. Karena nasi jinggo itu menjadi favorit dari para jagoan itu, disebutlah nasi berbungkus daun pisang tersebut dengan nama nasi Jinggo.
Penyajian
Nasi jinggo disajikan dalam kemasan sederhana yakni dengan menggunakan daun pisang. Namun saat ini juga ada yang menggunakan kertas minyak.
Dalam seporsi nasi jinggo terdapat lauk pauk dan sambal. Nasi jinggo memiliki beragam pilihan lauk pauk mulai dari ayam, ikan laut, sapi, hingga telur. Sedangkan lauk yang pasti ada biasanya kering tempe, serundeng, mie goreng ataupun sayuran. Tak ketinggalan juga ada sambal.